KERANGKA BERPIKIR DEBAT
KONTRA TERHADAP PENDONORAN ORGAN BENI DIBANDING
MELAKUKAN AUTOPSI.
Pembicara I (durasi lima
menit):
Baik, Selamat pagi kepada yang
terhormat, dewan juri, Ibu Melisa Sitompul dan saudara-saudari tim pro yang
kami kasihi. Kami berdiri di hadapan Anda sekalian pada hari ini untuk membahas
masalah yang berhubungan dengan dunia medis dan forensik, yaitu kasus
pendonoran organ manusia dan autopsi. Adapun mosi yang diberikan adalah pada suatu
hari, Beni ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan. Sebelumnya, keluarga Beni
memiliki budaya agar semua anggota keluarga membuat semacam surat wasiat. Surat
wasiat Beni isinya adalah Beni ingin organ tubuhnya didonorkan kepada pihak
yang membutuhkan jika ia meninggal dunia. Beni ingin berguna untuk banyak
orang. Sebagai ayah, dewan ini akan memilih mendonorkan organ Beni dibanding
melakukan autopsi. Dalam perdebatan kita kali ini, dewan kami akan menentang pemilihan
mendonorkan organ Beni dan mengusulkan untuk melakukan autopsi.
Sebelum kami memberitahu pandangan
tim oposisi yang telah kami susun sebelumnya, izinkan kami untuk melakukan
penjelasan tentang definisi donor dan autopsi. Berdasarkan informasi dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), donor merupakan penderma atau penyumbang secara
sukarela. Dengan kata lain, donor adalah proses seseorang
memberikan jaringan hidup mereka secara suka rela untuk dapat digunakan pada
tubuh yang lain, contohnya seseorang yang mendonorkan
organ matanya. Melakukan donor bukanlah hal yang langsung dilakukan tanpa memperhatikan
aspek-aspek, melainkan ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dan
dipenuhi sebelumnya. Contohnya seperti, yang melakukan donor tidak memiliki
penyakit bawaan, memiliki kondisi kesehatan yang baik, dan tidak memiliki
penyakit tertentu yang dapat menular melalui jaringan-jaringan mikroskopis.
Selain itu, yang melakukan donor juga harus dalam jangka umur 17—60 tahun dan apabila
seseorang setuju akan mendonorkan organ nanti setelah meninggal, dokter dan
pihak berwajib akan mengevaluasi riwayat medis dan usianya.
Berbanding
terbalik terhadap autopsi, autopsi adalah suatu
rangkaian penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau
organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan
dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu
kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal. Tak semua kematian berujung pada
proses autopsi mayat. Proses tersebut umumnya dilakukan pada kasus kematian
yang tidak “wajar”. Misalnya, pembunuhan, kematian setelah mendapatkan suatu
prosedur di rumah sakit, korban kekerasan, dan kematian mendadak, khususnya
pada bayi. Tak cuma itu, autopsi mayat juga kerap dilakukan demi kebutuhan
penelitian medis. Misalnya, untuk mencari tahu apakah penyakit A atau penyakit
B dapat menimbulkan kematian, serta peneliti dari lembaga kesehatan, termasuk
fakultas kedokteran. Organ pada orang yang diautopsi akan dicacah atau “dirusak”
sebagaimana mestinya serta diteliti. Pada proses terakhir, mayat yang diautopsi
akan dikembalikan dan dijahit seperti semula. Orang yang melakukan autopsi
haruslah seorang dokter ahli patologi atau dokter forensik. Yang perlu
digarisbawahi di sini, akan lebih baik bila autopsi dilakukan secepat mungkin
dari waktu kematian (biasanya 2—3 hari). Jika mayat telanjur mengalami
pembusukan, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil penyebab
kematian.
Sebagai dewan dalam sudut oposisi
yang mewakili kepentingan keluarga dan melihat gambaran yang lebih luas, kami
berpendapat bahwa melakukan autopsi pada organ tubuh Beni adalah keputusan yang
lebih tepat dalam konteks ini. Kami memahami dan menghargai pernyataan kehendak
yang tercantum dalam surat wasiat Beni, namun ada beberapa alasan yang
melandasi keputusan kami. Pertama, autopsi pada organ tubuh Beni akan
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab kematian dan kondisi
medis yang mungkin dialaminya. Alasan yang kedua yaitu agar dalang atau
oknum-oknum yang telah membunuh Beni segera terungkap